Dec 13, 2008

Konsep Pendidikan Dalam Islam

Sampai saat ini, mayoritas ahli pendidikan berpendapat bahwa masalah utama yang dihadapi oleh bangsa kita adalah rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan. Berbagai hal telah diupayakan untuk memecahkan persoalan tersebut, mulai dari berbagai pelatihan untuk peningkatan kualitas guru dan tenaga kependidikan, perbaikan sarana dan prasarana serta yang paling besar adalah pembaharuan kurikulum pendidikan yang diarahkan pada terwujudnya proses pembelajaran yang berkualitas menuju terwujudnya sumber daya manusia yang berkualitas.
Namun, dari sekian banyak hal yang dikemukakan mengenai faktor-faktor yang menyebabkan “keterpurukan” pendidikan bangsa kita - berdasarkan analisis penulis – sedikit sekali yang menyadari bahwa “kegagalan” sistem pendidikan kita lebih berdasar kepada kesalahan paradigma pendidikan kita yang telah membentuk dikotomi pendidikan di mana terdapat garis pemisah antara agama dan sains.
Hal ini terlihat dari pandangan masyarakat kita saat ini sebagai produk dari sistem pendidikan yang telah dijalankan, di mana saat ini masyarakat sudah –terlanjur senang- memisahkan antara pengetahuan umum dan pengetahuan agama. Dari pemikiran tersebut kemudian muncul istilah lain (meminjam istilah Prof. Dr. Ahmad Tafsir) yaitu sekolah umum dan sekolah agama dan pemisahan yang jelas antara masalah umum (keduniaan) dan masalah agama (akhirat). Efek dari pemikiran tersebut mudah ditebak, yaitu pemisahan antara iman dan sains. Sehingga muncullah para alim ulama yang takut akan ilmu pengetahuan dan terang-terangan mencela dan memusuhinya dan banyak para ilmuwan yang cenderung acuh tak acuh terhadap agama. Hal ini menyebabkan munculnya asumsi dari sebagian masyarakat seakan-akan ada perang dingin atau pertentangan antara agama dengan ilmu pengetahuan dan sebagian lagi bertanya-tanya bagaimanakah sebenarnya duduk perkaranya (lihat Soedewo PK : Islam dan Ilmu Pengetahuan).
Padahal, apabila kita menempatkan akal dan pikiran sebagai sarana utama untuk mendapatkan ilmu pengetahuan, ternyata dalam al-Quran banyak sekali firman-firman Allah yang memerintahkan kepada manusia untuk menggunakan potensi akalnya dalam menelaah segala hal yang merupakan ayat-ayat (tanda-tanda) kekuasaan-Nya. Pertanyaan-pertanyaan (Istifham) yang terdapat dalam al-Quran seperti afalaa ya’qiluun atau kalimat afalaa yatafakkaruun banyak sekali digunakan dalam al-Quran. Hal ini menunjukan bahwa antara wahyu dan akal seharusnya berdampingan.
Murtadha Mutahhari seorang ulama, filosof dan ilmuwan Islam sebagaimana dikutip oleh HD Bastaman dalam bukunya yang berjudul Integrasi Psikologi dengan Islam ; Menuju Psikologi Islami menjelaskan bahwa iman dan sains merupakan karakteristik khas insani, di mana manusia mempunyai kecenderungan untuk menuju ke arah kebenaran dan wujud-wujud suci dan tidak dapat hidup tanpa menyucikan dan memuja sesuatu. Ini adalah kecenderungan iman yang merupakan fitrah manusia. Tetapi di lain pihak manusia pun memiliki kecenderungan untuk selalu ingin mengetahui dan memahami semesta alam, serta memiliki kemampuan untuk memandang masa lalu, sekarang dan masa mendatang (yang merupakan ciri khas sains).
Berdasarkan uraian tersebut, dapat kita tangkap bahwa karena iman dan ilmu merupakan karakteristik khas insani yang bagaikan dua sisi mata uang yang tak dapat dipisahkan, maka pemisahan antara keduanya justru akan menurunkan martabat manusia. Di samping itu adanya adagium bahwa iman tanpa ilmu akan mengakibatkan fanatisme dan kemunduran, takhayul serta kebodohan dan sebaliknya ilmu tanpa iman akan digunakan untuk mengumbar nafsu, kerakusan, ekspansionisme, ambisi, kesombongan, penindasan, perbudakan, penipuan dan kecurangan semakin menguatkan pendapat di atas. Dengan kata lain, iman tanpa ilmu akan menjadi lemah dan sebaliknya ilmu tanpa iman akan menjadi buta!!!.
Pemisahan dan pengotakan antara agama dan sains jelas akan menimbulkan kepincangan dalam proses pendidikan, agama jika tanpa dukungan sains akan menjadi tidak mengakar pada realitas dan penalaran, sedangkan sains yang tidak dilandasi oleh asas-asas agama dan akhlaq atau etika yang baik akan berkembang menjadi liar dan menimbulkan dampak yang merusak. Karenanya konsep pendidikan dalam Islam menawarkan suatu sistem pendidikan yang holistik dan memposisikan agama dan sains sebagai suatu hal yang seharusnya saling menguatkan satu sama lain, yang secara umum ditunjukkan dalam doa Rasulullah : “Ya Allah, ajarilah aku apa yang membawa manfaat bagiku, serta karuniakanlah padaku ilmu yang bermanfaat”. Dari doa tersebut terungkap bahwa kualitas ilmu yang didambakan dalam Islam adalah kemanfaatan dari ilmu itu. Hal ini terlihat dari hadits Rasulullah : “Iman itu bagaikan badan yang masih polos, pakaiannya adalah taqwa, hiasannya adalah rasa malu dan buahnya adalah ilmu.”
Pada akhirnya, sebagai kesimpulan penulis mengutip pendapat HD Bastaman : “Bila anda seorang ilmuwan, simaklah al-Quran dan bila anda seorang agamawan pelajarilah sains” sehingga diharapkan akan lahir seorang ilmuwan yang berjiwa ulama dan ulama yang bersikap ilmiah. Wallaahu A’lam.



0 comments: